PENGENALAN SIFAT MAZMUMAH
Sifat mazmumah ialah sifat yang tercela atau perbuatan yang jahat yang menjatuhkan iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia. Sifat Mazmumah sangat bertentantangan dengan sifat mahmudah. Antara sifat mazmumah ialah munafik, dengki, bohong, ujub, sombong dan sebagainya. Akhlak mazmumah sangat merugikan diri sendiri dan orang lain. Allah berfirman dalam surat At-Tin ayat 4-6 :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan mereka ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). Kecuali yang beriman dan beramal shalih, mereka mendapat pahala yang tidak ada putusnya.”
SIFAT MAZMUMAH
1) BANYAK BERKATA YANG SIA-SIA
Sudah menjadi lumrah manusia suka bercakap yang sia-sia, yang boleh ditakrifkan sebagai bencana lisan ialah mengumpat, menghina, berdusta dan bertengkar.
Sudah menjadi lumrah manusia suka bercakap yang sia-sia, yang boleh ditakrifkan sebagai bencana lisan ialah mengumpat, menghina, berdusta dan bertengkar.
Firman Allah yang bermaksud:
" Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan daripada orang yang menyuruj( manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf atau mendamaikan antara manusia" - surah An-nisan :114
" Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan daripada orang yang menyuruj( manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf atau mendamaikan antara manusia" - surah An-nisan :114
Berlebihan dalam bicara yang tidak bermanfaat sehingga membuat hati keras dan melupakan dzikrullah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (Hadits Arbain An-Nawawiyah)
Dengan berkata-kata kita dapat mengungkapkan pendapat atau isi hati kita dengan mudah dan dapat membangun suatu hubungan yang baik dengan orang lain tetapi jika kita hanya berkata hal yang sia-sia maka lebih baik kita hanya berdiam diri sahaja.
Kita hendaklah menjaga lisan kita dan janganlah berkata hal yang sia-sia termasuk dalam ini adalah berkata-kata dusta. Bahkan Nabi Muhammad SAW mengingatkan langsung mengenai hal ini,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903)
Dan termasuk di dalamnya juga adalah banyak berkata-kata yang sia-sia, tidak jelas dan tidak bermanfaat.
Tanda Baiknya Islam Seorang Muslim
Hadits ini mengandungi makna bahwa di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baik berupa perkataan atau perbuatan. Tanda baiknya seorang muslim adalah tidak berkata hal yang menyakiti orang lain atau perkataan yang sia-sia. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim (yang baik) adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40).
Tentang keutamaan menjaga lisan ini diterangkan dalam ayat berikut yang menjelaskan adanya pengawasan malaikat terhadap perbuatan yang dilakukan oleh lisan ini. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16) إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf: 16-18). Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Yang dicatat adalah setiap perkataan yang baik atau buruk. Sampai pula perkataan “aku makan, aku minum, aku pergi, aku datang, sampai aku melihat, semuanya dicatat. Ketika hari Kamis, perkataan dan amalan tersebut akan dihadapkan kepada Allah” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 187)
Cara mengatasi berkata perkara yang sia-sia
- Penekanan terhadap ibadah solat
- Pegang amanah dan janji
- Memperbanyakkan mengingati Allah (zikir)
- Berkawan dengan orang yang berakhlak mulia
Kesimpulan
Kesimpulannya, Seseorang muslim hendaklah mengelakkan diri daripada berkata perkara yang sia-sia. Sesungguhnya islam adalah agama yang indah yang memerintahkan manusia untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya baik di dunia maupun akhirat. Akhirnya, marilah kita ikuti Rasulullah SAW agar kita selamat dunia dan akhirat, yakni dengan meninggalkan perkataan dan perbuatan sia-sia, supaya hidup kita tidak sia-sia.
إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ قِلَّةَ الْكَلاَمِ فِيمَا لاَ يَعْنِيهِ
Artinya: “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat.” (H.R. Ahmad).
MARAH
Sifat marah berpunca daripada kurang kesabaran dalam menghadapi sebarang keadaan. Orang yang bersikap sedemikian selalunya dihasut oleh syaitan yang ingin merosakkan iman dan dirinya. Seringkali orang pemarah ini mempunyai sifat-sifat seperti sombong, bongkak dan lain-lain. Bagaimanapun, islam tidak melarang umatnya mempunyai sifat marah dalam hal-hal tertentu seperti firman Allah SWt yan bermaksud:
Sifat marah berpunca daripada kurang kesabaran dalam menghadapi sebarang keadaan. Orang yang bersikap sedemikian selalunya dihasut oleh syaitan yang ingin merosakkan iman dan dirinya. Seringkali orang pemarah ini mempunyai sifat-sifat seperti sombong, bongkak dan lain-lain. Bagaimanapun, islam tidak melarang umatnya mempunyai sifat marah dalam hal-hal tertentu seperti firman Allah SWt yan bermaksud:
"Wahai Nabi, perangilah orang kafir dan orang munafik itu dan bersikap keraslah terhadap mereka" - surah al-Tahrim:9
Emosi marah adalah antara naluri semulajadi manusia yang dijadikan oleh Allah s.w.t untuk keperluan hidupnya. Sebagai satu sifat yang semulajadi, pada asalnya mempunyai emosi marah bukanlah suatu kecacatan atau kekurangan manusia. Namun begitu, emosi marah ini boleh menjadi sifat yang keji, jika kemarahan itu menimbulkan perasaan dendam dan melampaui batas kemanusiaan.
Emosi marah yang tidak dapat dikawal boleh membawa keburukan dan merosakkan diri sendiri serta orang lain. Allah s.w.t turut menyeru manusia supaya menahan marah seperti dalam firmannya dalam surah Al- Imran ayat 134.
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Emosi marah merupakan naluri semulajadi manusia yang sedia wujud. Emosi marah ini boleh memberi manfaat kepada manusia jika digunakan untuk kebenaran dan keadilan. Tetapi emosi marah yang tidak dapat dikawal dan menurut hawa nafsu adalah dilarang dalam Islam kerana ia boleh membawa kepada kemudaratan diri dan orang lain.
Tingkat-tingkat Marah
Golongan Tafrith
Mereka yang tidak memiliki sifat marah. Apa saja yang berlaku
disekelilingnya maka dia tidak menunjukkan perasaan marah. Manusia jenis ini sama
sekali tidak memiliki sikap pembelaan terhadap kebenaran. Dia tidak terasa
tersinggung apabila agamanya dihina oleh musuh-musuh Islam. Sedangkan
Rasulullah SAW. yang terkenal dengan sikap tawaduk tetap marah
mempertahankan agama dengan menentang musuh-musuhnya sekiranya perlu. Golongan jenis ini juga apabila terjadi sesuatu berkaitan kehormatan diri ataupun ahli keluarganya maka dia akan
menghadapinya dengan sikap yang lemah dan terlalu merendah diri.
Jelas di sini sifat tafrith atau langsung kehilangan sifat marah adalah tercela
di sisi syara’.
Golongan Ifrath
Mereka yang tidak dapat mengawal perasaan marah dan bersikap
berlebih-lebihan sehingga hilang kewarasan akal terhadap dirinya.Golongan seperti ini akan menjerit dengan suara yang kuat serta mengeluarkan
kata-kata kasar lagi kesat.Marah yang tidak dapat dikawal membentuk perasaan dendam, benci dan
dengki sehingga dia membalas dendam terhadap orang yang
dimarahinya. Allah juga memuji mereka yang dapat mengendalikan perasaan marah
melalui firman-Nya dalam surah
Al-Imran: 133-134)
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (١٣٣) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (١٣٤)
133. Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,
134. (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit[1], dan orang-orang yang menahan amarahnya[2] dan mema'afkan (kesalahan) orang lain[3]. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan[4].
Golongan I’tidal
Mereka golongan yang bersikap sederhana di antara tafrith dan ifrath. Mereka
tidak menghilangkan sikap marah secara keseluruhannya tetapi hanya akan marah dalam
situasi yang bersesuaian. Akal juga masih menguasai dirinya dan mereka
sentiasa mengikuti batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh
syara’. Kemarahan yang tergolong dalam kategori terpuji adalah kemarahan
yang timbul hanya kerana menurut perintah Allah dan untuk membela agama Islam
serta umatnya. Oleh itu hendaklah kemarahan yang ada dalam jiwa seorang muslim itu
bertindak untuk menolak gangguan orang lain terhadap kehormatan dirinya,
keluarganya serta umat Islam keseluruhannya dan menghukum mereka yang ingkar
kepada perintah Allah. Di antara sifat Rasulullah SAW, ialah Baginda tidak menunjukkan kemarahan dan
melakukan pembalasan hanya kerana kepentingan peribadinya. Segala kemarahannya
adalah kerana mempertahankan agama ALLAH.
Langkah Menahan Diri Dari Sifat Marah
- Mengucapkan Taawudz
الشيطان الرجيم أعوذبالله من
(Aku berlindung
kepada Allah daripada syaitan yang terkutuk).
Ini adalah kerana perasaan marah itu timbul
dari hasutan syaitan.
- Diam atau tidak berbicara.
- Jika perasaan marah itu sedang berdiri maka hendaklah dia duduk. Jika tidak reda juga maka hendaklah dia berbaring.
- Berwudulu kerana air wuduk itu dapat menenangkan jiwa yang sedang marah
CIRI-CIRI PEMARAH
- Dari segi percakapan nadanya tinggi jika berbicara dengan orang lain.
- raut wajahnya agak muram
- mengeluarkan kata-kata kesat
- merengus
- menjelingkan mata
KESIMPULAN
Sudah terang lagi bersuluh,kita sebagai umat islam mestilah menahan dari sikap amarah supaya kita tidak dipandang serong dek kerana sifat kita yang bercakap dengan nada yang tinggi,angkuh serta bongkak.